GELAR WORKSHOP, SEDES BEDONO BERSIAP IMPLEMENTASIKAN KURIKULUM MERDEKA
08 April 2022

BEDONO, Rabu (6/4) SMA Sedes Sapientiae Bedono mengadakan workshop Implementasi Kurikulum Merdeka, sebagai bentuk persiapan melaksanakan kurikulum baru ini. Workshop IKM ini menghadirkan Instruktur Nasional Komite Pembelajaran Kementrian Pendidikan Dr. Ninik Kristiani, M.Pd sebagai narasumber workshop tersebut. Dalam acara ini juga diundang perwakilan beberapa sekolah yang juga bernaung di Yayasan Marsudirini, seperti: SMA Santa Maria Yogyakarta, SMA Marsudirini Muntilan, SMK Marsudirini Solo, SMK St. Fransiskus Semarang, SMA Virgo Fidelis Bawen, dan SMA Sedes Sapientiae Semarang.
Selama dua hari, Rabu dan Kamis , seluruh guru SMA Sedes Sapientiae Bedono beserta perwakilah dari beberapa sekolah yang bernaung di Yayasan Marsudirini akan mendapatkan pelatihan khusus terkait Kurikulum Merdeka ini. Menurut Suster Kepala SMA Sedes Sapientiae Bedono, Sr. M Coleta, OSF, M.Pd. bahwa “Melalui workshop ini para guru di Yayasan Marsudirini diajak untuk menengok ke belakang untuk berkembang. Maksudnya, melihat latar belakang sekolah masing-masing untuk berkembang sesuai dengan kondisi yang ada. Tentu, dengan tidak menutup mata pada semua informasi-informasi yang berkembang. Sr. M. Coleta, OSF, M.Pd. juga mengajak para guru yang mengikuti acara workshop tersebut untuk merespon positif kehadiran Kurikulum Merdeka untuk diberlakukan di sekolah masing-masing.
Pada pertemuan pertama ini, Dr. Ninik Kristiani, M.Pd. menjelaskan bahwa “Kurikulum di Indonesia, secara kronologis telah mengalami 10 kali pergantian/ perubahan kurikulum. Selain itu, Kurikulum Merdeka akan menjadi kurikulum secara nasional pada tahun 2024”. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan strategi bagi sekolah untuk mengikuti IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka). Ada 3 strategi yang telah disiapkan oleh pemerintah, yaitu: (1) Mandiri Belajar: Bahwa menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka, dengan tetap menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum 2013 yang disederhanakan (K-13 dan K Darurat dengan menggunakan prinsip pembelajaran dan asesmen paradigma baru), (2) Mandiri Berubah: Bahwa menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan (Platform Merdeka Mengajar), dan (3) Mandiri Berbagi: Bahwa menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar (berkreasi sendiri untuk mencapai capaian pembelajaran dan Profil Pelajar Pancasila).
Dalam pemaparannya mengenai pembelajaran paradigma baru, Bu Ninik panggilan akrabnya menyampaikan bahwa “Dalam Kurikulum Merdeka ini kita mengajak siswa di dalam kelas untuk berpikir sesuai dengan yang dipikirkan namun dengan arahan dari guru”. Maksud dari pernyataan ini bahwa proses pembelajaran lebih kontekstual dalam berdinamika dengan lingkungan dan pengalaman real anak. Sehingga, pada akhirnya anak dapat mengungkapkan atau melaporkan segala sesuatu yang dilihat, dirasakan, didengar sesuai dengan yang dipikirkan. Peran guru adalah mengarahkan hasil laporan untuk disesuaikan dengan capaian pembelajaran yang sedang dilakukan. Yang menjadi pembeda antara Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum sebelumnya, yang dikenal dengan K13, menurut Beliau, “Kurikulum Merdeka dalam paradigma baru tidak mengenal adanya KKM. Sekolah dapat menentukan angka penanda sebagai penentuan ketuntasannya sehingga siswa dapat dinyatakan naik tingkat”. Pembeda yang lain dengan kurikulum sebelumnya adalah tentang penjurusan. Pada kurikulum baru, penjurusan ditiadakan dan diganti capaian pembelajaran yang didasarkan pada fase, sehingga hal ini menjadi suatu kelebihan dari kurikulum ini. Berfase maksudnya, materi yang diberikan merupakan materi yang berkesinambungan. Jadi, untuk menguasai suatu materi siswa harus memenuhi prasyarat sebelumnya untuk memenuhi syarat pengetahuan selanjutnya. Hal ini tentunya akan menuntut guru untuk mampu mengembangkan kurikulum dan mampu melayani berbagai karakteristik siswa. Selain itu, ini juga akan menjadi tantangan bagi guru sendiri untuk menjalin kolaborasi dengan guru mata pelajaran yang lain.
“Di akhir sesi pada hari pertama ini, para guru diberikan tugas untuk menyusun acuan penyusunan modul ajar. Tugas ini akan menjadi acuan untuk menyusun modul pembelajaran,” tutupnya.
Pada pertemuan kedua, Kamis (7/4) aktivitas workshop IKM diawali dengan presentasi tugas dan diskusi mengenai acuan penyusunan modul ajar. Presentasi diwakili oleh Mapel Matematika, Bahasa, dan IPS. Berdasar presentasi tersebut ada beberapa bagian kecil yang perlu diperbaiki oleh Bapak/ Ibu guru peserta workshop, terkhusus pada bagian asesmen, sekenario pembelajaran, dll.
Khusus di hari kedua ini memang lebih difokuskan untuk kerja dalam kelompok-kelompok Mapel, dimana Bapak/ Ibu guru peserta workshop berproses untuk mengembangkan tugas hari pertama ke dalam modul ajar. Menurut Bu Ninik, dalam menyusun Modul Ajar ini ada tiga komponen utama, yaitu Informasi Umum, Komponen Inti, dan Lampiran. Dalam Informasi Umum tersebut lebih berisi hal-hal umum seperti judul modul, nama sekolah, nama mapel, dll. Sedangkan pada Komponen Inti berisi hal-hal penting yang merupakan penjabaran lengkap dari acuan penyusunan modul ajar, seperti ruang lingkup, materi esensial, tujuan pembelajaran, dan sekenario pembelajaran. Kemudian seperti lembar kerja peserta didik, instrument, sekenario penilaian, ada di dalam lampiran modul.
Sebagai akhir dari workshop ini, Bu Ninik memberikan evaluasi dan penekanan pada hasil kerja kelompok Bapak/ Ibu guru peserta IKM. Bu Ninik mengatakan, “Bapak/ Ibu guru semua berproses dengan baik dan hasilnya juga beragam. Secara umum alur berpikirnya sudah jelas. Bapak/ Ibu guru peserta IKM juga memiliki kesadaran tentang kemampuan metakognisinya, meskipun Bapak/ ibu guru tidak berasal dari sekolah yang sama tetap dapat bekerjasama dengan baik dan memiliki rasa empati yang tinggi. Sedangkan yang perlu diperhatikan untuk berikutnya,sebagai bentuk tindak lanjut dan kerja yang berkesinambungan Bapak/ Ibu guru perlu menyusun alur yang sama untuk modul ajar yang dikolaborasikan dengan mapel yang lain”. (bk.st)